Kamis, 11 Agustus 2011

BMT for Better Indonesia

Indonesia merupakan negara agraris dan memiliki banyak desa. Berdasarkan data, sedikitnya ada 73.000 daerah pedesaan di Indonesia, di mana mayoritas penduduknya menggantungkan hidup pada sektor pertanian, peternakan dan sektor informal lainnya. Masyarakat desa butuh modal kerja agar bisa mengembangkan usahanya. Namun adakah lembaga keuangan yang mengaksesnya?

BELUM adanya lembaga keuangan yang menjangkau daerah pedesaan (sektor pertanian dan sektor informal) secara memadai, yang mampu memberikan alternatif pelayanan (produk jasa) simpan-pinjam yang kompatibel dengan kondisi sosial kultural serta ‘kebutuhan’ ekonomi masyarakat desa, membuat konsep Baitul Maal wat Tamwil atau lembaga keuangan mikro syariah dapat ‘dihadirkan’ di daerah perdesaan.
Konsep BMT desa merupakan konsep pengelolaan dana (simpan-pinjam) di tingkat komunitas yang sebenarnya searah dengan konsep otonomi daerah yang bertumpu pada pengelolaan sumber daya di tingkat pemerintahan (administrasi) terendah yaitu desa. Dari data dilapangan harus diakui bahwa konsep BRI Unit Desa sudah mampu ‘menjangkau’ komunitas pedesaan-terutama untuk pelayanan penabungan (saving). Kampanye pemerintah agar rakyat menabung efektif dilaksanakan masyarakat pedesaan hampir dua dekade (1970-80’an).

Namun kelemahan dari konsep pembangunan masa lalu (bahkan hingga kini) adalah terserapnya dana dari pedesaan ke ‘kota’ dan hanya sekitar sepertiga saja dana tabungan itu yang dapat diakses kembali oleh masyarakat pedesaan. Atau yang lebih ekstrim lagi adalah terserapnya dana masyarakat kecil untuk membiayai proyek-proyek atau perusahaan-perusahaan besar dari milik segelintir orang yang tidak berdampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat kecil tersebut!!

Konsep BRI Unit Desa ini sebenarnya sudah bisa dijadikan semacam acuan untuk pengembangan daerah (desa), namun apakah BRI Unit Desa sudah dapat mengakses kelompok yang paling miskin di akar rumput? Mungkin secara teknis dan di atas kertas bisa saja. Namun jika dilihat dari karakteristik bisnis perbankan dan karakteristik peminjam, jawabannya masih sulit! Maka dengan kekosongan pada pasar lembaga keuangan untuk tingkat paling miskin ini, institusi yang paling cocok adalah konsep baitul maal wat tamwil (BMT).

Kembali ke Konsep Asal

Konsep BMT di Indonesia sudah bergulir lebih satu dekade. Konsep ini telah banyak mengalami pembuktian-pembuktian dalam ‘mengatasi’ (untuk tidak mengatakan mengurangi) permasalahan kemiskinan. Konsep yang paling utama dari BMT adalah jaminan/proteksi sosial melalui pengelolaan dana baitul maal.

Menurut Kordinator Pendamping LKM/BMT program Asuransi Kesejahteraan Sosial (Askesos) yang juga Manager BMT Kube Sejahtera 01, Desa Bandar Setia, Percut Sei Tuan, Yusman S.Ag, proteksi sosial itu berupa adanya jaminan sosial yang dapat menjaga proses pembangunan. Jaminan sosial ini dapat berupa insentif ekonomi (subsidi kepada kaum dhuafa-dalam konsep Islam berupa dana Zakat, Infaq, Shodaqoh-ZIS), ataupun berupa insentif sosial yakni kebersamaan melalui ikatan kelompok simpan pinjam ataupun kelompok yang berorientasi sosial seperti majelis ta’lim serta asuransi kesejahteraan sosial yang sejak beberapa tahun lalu telah pula diluncurkan pemerintah melalui LKM/BMT).

Proteksi sosial ini menjamin distribusi rasa kesejahteraan dari masyarakat yang tidak punya kepada masyarakat yang punya. Sehingga terjadi komunikasi antara dua kelas yang berbeda.
Dalam konsep Islam yang dioperasionalkan di tingkat desa melalui kegiatan BMT, pengelolaan dana sosial (ZIS) ini akan memberikan dampak pada kehidupan sosial ekonomi komunitas. Bagian lain dari BMT adalah Baitul Tamwil (bagian pembiayaan). Dalam konsep baitul tamwil pembiayaan dilakukan dengan konsep syariah (bagi hasil). Konsep bagi hasil untuk sebagian besar rakyat Indonesia merupakan konsep ‘lama’ dan sudah menjadi bagian dari proses pertukaran aktivitas ekonomi terutama di pedesaan. Kelebihan konsep bagi hasil ini adalah adanya profit and loss sharing (bagi untung/rugi) jika dana yang diserahkan ke pengelola BMT digunakan untuk investasi ekonomi. Konsep ini menyebabkan kedua pihak (pengelola BMT dan peminjam saling melakukan kontrol). Dan pengelola dituntut untuk menghasilkan profit bagi penabung dan pemodal.

Dalam hubungannya dengan mengatasi masalah kemiskinan, BMT memiliki kelebihan konsep pinjaman kebajikan (qardhul hasan) yang diambil dari dana sosial. Dengan adanya model pinjaman ini maka BMT tidak memiliki resiko kerugian dari kredit macet yang dialokasikan untuk masyarakat paling miskin. Karena sesuai dengan konsep pemberdayaan, maka aktivitas sosial (non-profit oriented) seperti pengorganisasian dan penguatan kelompok di tingkat komunitas (jamaah) menjadi langkah awal sebelum masuk pada aktivitas yang mendatangkan profit (seperti pinjaman/pembiayaan).
Dua keutamaan inilah yang membuat BMT menjadi sebuah institusi yang paling cocok dalam mengatasi permasalahan kemiskinan yang dialami sebagian besar rakyat Indonesia (terutama di daerah pedesaan) dewasa ini. Dua sisi pengelolaan dana (Baitul Maal dan Baitul Tamwil) ini seharusnya berjalan seiring, jika salah satu tidak ada maka konsep itu menjadi pincang dan menjadi tidak optimal dalam pencapaian tujuan-tujuannya.

Menurut data Lembaga Amil Zakat Nasional (Laznas) BMT, secara nasional saat ini baru berdiri sekitar 4.000 BMT. Sementara di Indonesia memiliki lebih dari 73.000 desa, sehingga potensi pengembangan BMT ini di desa-desa masih sangat terbuka lebar.

Penguatan Jaringan

Karena itu agar BMT-BMT itu dapat tumbuh kuat dan mampu melayani kebutuhan masyarakat pedesaan, diperlukan adanya jaringan sehingga perlu dibentuk Asosiasi BMT ataupun Forum Komunikasi BMT di kabupaten/kota. Di mana salah satu kegiatan Asosiasi ataupun Forum Komunikasi BMT haruslah memprioritaskan pembentukan jaringan dan penguatan BMT. Kemudian, BMT-BMT yang telah kuat bisa membuat semacam ‘kantor kas’ di setiap desa.

Sejumlah strategi dapat dilakukan. Strategi pertama bisa dilakukan dengan pentahapan seperti berikut; Tahap pertama, dengan mengembangkan kantor kas BMT. Tahap kedua, dengan mengembangkan kantor kas BMT menjadi BMT Unit Desa (bisa dengan musyawarah jamaah masjid). Dan tahap ketiga mengembangkan BMT Unit Desa menjadi BMT Desa (sudah menjadi milik komunitas ditandai dengan besaran tabungan yang dihimpun dari anggota atau non anggota).

Strategi kedua adalah dengan membentuk langsung BMT Desa dengan menggunakan jamaah masjid dan perwiritan. Strategi ketiga dengan mengkonversi Lembaga Keuangan Mikro hasil ‘bentukan’ proyek pemerintah menjadi koperasi berdasarkan bagi hasil (syariah). Strategi ini membutuhkan pewacanaan di tingkat komunitas tentang keuntungan-keuntungan konsep bagi hasil dibandingkan dengan konsep riba.

Penyiapan SDM

Dalam kaitannya dengan pengembangan ekonomi daerah dan lembaga keuangan mikro (seperti BMT), maka hal yang paling penting adalah investasi pada bidang modal manusia. Pentingnya modal manusia ini disebabkan pada dasarnya hampir semua kegagalan dalam konsep pembagunan disebabkan mismanajemen dan korupsi. Hal ini menunjukkan betapa rendahnya kualitas SDM Indonesia terutama kualitas spiritualnya!

Kelemahan lain adalah kondisi yang tidak kondusif dalam menciptakan iklim kewirausahaan. Iklim usaha yang tidak sehat dan tidak adanya usaha untuk menciptakan level yang sama untuk seluruh pemain (dalam regulasi dan penegakannya ataupun aksesibilitas) menyebabkan tingginya exit rate di kalangan pengusaha di berbagai sektor ekonomi. Masalah lain adalah kemampuan kewirausahaan secara individu (berkaitan dengan kemampuan menciptakan, mereplikasi atau inovasi teknologi)-yang masih merupakan bagian dari modal manusia dan jejaring (modal sosial).
Dalam hubungannya dengan penciptaan modal finansial dan modal manusia ini. Maka disinilah diperlukannya Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK), Microfin Indonesia dan lembaga sejenis sebagai fasilitator dan mediator dalam pembentukan BMT. Peran sebagai fasilitator dan mediator ini juga dapat dimainkan oleh Asosiasi BMT ataupun Forum Komunikasi BMT tadi. Lembaga-lembaga ini dapat melakukan semacam pengkaderan kepada calon-calon pengelola BMT serta memberikan pemagangan-pemagangan ke BMT-BMT yang telah ada dan berhasil dalam pengelolaannya. Dengan demikian, tenaga-tenaga pendamping yang profesional memang mutlak diperlukan dalam pembentukan BMT-BMT ini.

Dengan adanya penyiapan atau investasi di bidang SDM (human capital) ini diharapkan pembangunan wilayah dapat bertumpu pada kemampuan sumberdaya lokal. Dan sekali lagi, peranan jama’ah sangat diharapkan dalam penciptaan kondisi yang lebih baik untuk kondisi ummat/generasi yang akan datang. Inilah saatnya, BMT harus merambah ke desa-desa. Karena perannya kini ‘ditunggu’ masyarakat desa.

sumber: hasan basri www.medanbisnisonline.com

Senin, 08 Agustus 2011

Cara-Cara Mendirikan BMT

Oleh Wawan W. Setiawan (berkah madani.co.id)
Pertanyaan yang seringkali ditanyakan kepada saya diantaranya mengenai pendirian BMT. Cukup banyak yang tertarik untuk mendirikan BMT di lingkungan sekitarnya, ada dari kalangan pengurus masjid, yayasan sosial, pengurus lingkungan pemukiman sampai kumpulan para profesional. Umumnya mereka terdorong untuk mendirikan BMT dengan motif sosial untuk membantu masyarakat sekitarnya yang memerlukan modal.
Spirit utama BMT memang lebih kepada fungsi sosial untuk membantu akses permodalah bagi masyarakat kecil khususnya pelaku usaha mikro (UKM). Namun demikian pendekatan yang dilakukan dalam pengelolaan BMT haruslah profesional dan tetap berpegang pada prinsip kehati-hatian, hal ini sangat menentukan keberlangsungan usaha BMT.
Proses pendirian BMT secara teknis tidaklah sulit, BMT mudah didirikan namun memerlukan keseriusan dan perhatian yang khusus dalam mengelolanya. Beberapa tahapan berikut ini yang harus dilakukan dalam persiapan pendirian BMT.
Persiapan Kelembagaan
Dalam pendirian BMT hal pertama yang harus disiapkan adalah legalitas kelembagaan. Sampai dengan saat ini bentuk lembaga yang memungkinkan untuk menjalankan operasional BMT adalah koperasi, lebih khusus lagi adalah koperasi jasa keuangan syariah. Karena itu perlu dipenuhi berbagai persyaratan dalam mendirikan sebuah koperasi, diantaranya jumlah anggota pendiri minimal 20 orang. Para anggota pendiri tersebut melaksanakan rapat pendirian koperasi menyatakan kesepakatan mereka untuk mendirikan sebuah koperasi jasa keuangan syariah, sekaligus memilih pengurus dan menetapkan Anggaran Dasar.
Berita Acara Rapat Pendirian Koperasi dilengkapi dengan beberapa dokumen pelengkapnya (daftar hadir, surat kuasa kepada Pengurus, Neraca Awal, Akta Anggaran Dasar yang dibuat secara notaril) diajukan kepada Dinas Koperasi setempat/ Kementrian Koperasi di tingkt pusat untuk mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum. Proses selanjutnya dalam tahapan ini adalah pengurusan ijin diantaranya Ijin Domisili, Tanda Daftar Perusahaan dan NPWP.
Persiapan Operasional
Secara simultan dengan persiapan kelembagaan dilakukan persiapan operasional BMT. Persiapan operasional meliputi:
  1. Persiapan modal awal
  2. Persiapan infrastruktur
  3. Persiapan SDM
Modal awal untuk pendirian BMT minimal sebesar Rp 150 juta, nilai ini berdasarkan perhitungan skala ekonomis agar BMT dapat beroperasi dengan baik. Modal awal ini diperoleh dari simpanan pokok anggota pendiri yang besarnya disepakati oleh anggota ditambah dengan simpanan khusus dari beberapa anggota yang memiliki dana lebih.
Persiapan infrastruktur meliputi ruang kantor BMT, peralatan kantor (meja counter, meja dan kursi, lemari, brankas, komputer, printer, dsb), sistem IT untuk operasional BMT serta Sistem Manajemen (SOP) alat tulis kantor dan barang cetakan lainnya.
Kebutuhan SDM untuk operasional BMT pada tahap awal bergantung pada modal awal BMT. Untuk tahap awal BMT dengan modal sangat terbatas dapat dijalankan oleh minimal 2 orang karyawan, 3 orang lebih baik namun perlu diperhitungkan beban biaya overhead BMT terkait dengan penambahan jumlah karyawan. Kualifikasi karyawan BMT, untuk tenaga administrasi (operasional) diupayakan berlatar belakang pendidikan di bidang akuntansi. Satu karyawan lainnya sebagai tenaga marketing sekaligus sebagai manajer yang bertanggung jawab sebagai pimpinan BMT. Sebelum mulai bekerja, karyawan BMT perlu dibekali dengan pemahaman terhadap konsep operasional lembaga keuangan syariah serta sistem kerja dan prosedur yang berlaku. Untuk itu perlu diberikan pelatihan dan magang secara langsung di BMT yang secara sistem sudah berjalan dengan baik.
Apabila seluruh persiapan telah selesai, operasional BMT dapat segera dimulai. Berdasarkan pengalaman, proses pendirian dan persiapan memakan waktu 1-2 bulan bergantung pada kesiapan dan komitmen dari anggota pendiri. Selanjutnya, hal yang terpenting adalah komitmen dan konsistensi dalam pengelolaan BMT. Kesuksesan dalam mengelola sebuah BMT terletak pada profesionalitas pengelola dan pengurusnya. BMT yang dikelola secara profesional selain memberikan manfaat sosial kepada masyarakat juga akan memberikan keuntungan secara finansial kepada anggotanya.
Wallahu alam.
Penulis adalah Ketua KJKS Berkah Madani
(www.berkahmadani.co.id)

Minggu, 07 Agustus 2011

Metamorfosis BMT El-Umma
Oleh : BMT Center

Letaknya yang pas pinggir jalan dan dibawah kaki pegunungan membuat suasana BMT semakin asri, sehingga nasabah enggan untuk buru-buru meninggalkan lokasi. Itulah secuil gambaran tentang kantor BMT EL – UMMA yang bertempat di Jl. Warung Borong Rt 02/05 No 27 Ciampea – Bogor.
Kondisi seperti ini menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat setempat, karena memang masyarakat masih awam tentang BMT.
Perlahan tapi pasti pak Soleh (Direktur BMT EL – UMMA) mampu membalikan perkiraan banyak orang yang tadinya mencibir kini berubah menjadi pujian. Dengan kegigihan dan perjuangannya BMT yang sebelumnya berkantor di sekolah, kini sudah bisa berkantor di tempat sendiri.
Hanya dalam waktu 3 bulan pak soleh yang dalam aktivitasnya ditemani oleh 3-5 orang karyawan mampu membuktikan kepada halayak ramai bahwa BMT EL – UMMA memberikan kepastian untuk berbagai transaksi simpan pinjam dll. Sehingga dalam kurun waktu yang relatif singkat, BMT sudah bisa mendapatkan income sebesar 270 juta.
Subhanallah!!! Hanya dalam waktu 3 bulan mereka bisa mendaptkan kepercayaan dari masyarakat dan mampu bekerja secara profesional di dalam melayani para nasabah, yang sebagian besar adalah pedagang pasar tradisional.
Untuk ukuran BMT yang baru terbentuk, BMT EL – UMMA termasuk salah satu BMT yang berhasil diantara BMT baru yang lain. Keberhasilan ini tak lain adalah buah dari kesabaran, ke-istiqomahan dan kegigihan pak soleh dan para karyawan didalam melayani para nasabah.
Bermodalkan semangat ke-Yakinan yang tinggi diiringi dengan usaha untuk mencapai suatu tujuan, akhirnya sampailah cita-cita untuk mewujudkan masyarakat yang di ridhoi oleh Allah SWT.
Peranan BMT ini dianggap lain dari yang lain oleh masyarakat sekitar, disamping tidak memakai bunga juga karena sifatnya yang syari’ah. Jadi mari kita tunggu kiprah BMT EL – UMMA selanjutnya.